![]() |
Foto Soetan Bathoegana |
"Doakan aku ya, bang.."
Sebuah pesan mampir pada tengah
malam. Pesan yang mengharukan. Aku tahu, temanku sedang berjuang melawan kanker
yang sudah mencapai stadium 4. Dan itu adalah proses yang menyakitkan yang
harus ia terima setiap waktu.
Aku tahu ia sedang berada pada
puncak rasa sakitnya dan membuatnya harus masuk rumah sakit untuk kesekian
kalinya. Tanpa terasa mataku berlinang air mata sembari berpikir derita yang ia
hadapi, yang aku tidak mungkin sanggup, sekalipun hanya untuk membayangkannya.
Perlahan kuhisap sebatang rokok
sebagai teman setiaku malam ini, sebagai pengobat pedih. Tidak lupa secangkir
kopi di sisiku sebagai sahabat sejati.
Kuraih telepon genggamku dan
kuketikkan sesuatu yang membesarkan hatiku. "Hatiku", bukan hatinya.
"Sobat, seandainya kamu tahu bahwa kamu sedang dalam proses dimuliakan karena sakitmu. Tidak semua manusia paham bagaimana kasihnya Tuhan berlaku. Betapa Tuhan sayang padamu dengan memberikan penderitaan sekian lama untuk membersihkan dosa-dosamu".
Rasanya tak sanggup aku
menambahkan kalimat untuk menyempurnakan tulisanku. Tapi aku harus memberitakan
kabar gembira ini kepadanya.
"Seandainya manusia tahu
bahwa setiap kesulitan, sakit dan kemiskinan adalah bagian dari proses
pencucian dosa yang telah mereka buat di dunia, pasti mereka menyambut gembira
proses itu, bukan malah bersedih apalagi meratap.
Karena kebahagiaan apa lagi yang
lebih indah ketimbang mendapat kesempatan untuk mengikis dosa yang sudah
berkarat ini? Apa yang kamu dapat sekarang akan meringankan semua siksamu di
alam kubur nanti.
Sampai pada satu waktu, di mana
kamu berada dalam persidangan Tuhan, kamu yang pernah mengalami proses
pencucian dosa yang panjang akan menghadap Nya dalam kondisi yang bersih dan
suci.
Lalu, siapakah yang pantas didoakan?
"Aku yang kotor dan tidak mendapat
kesempatan dikikis dosanya atau kamu yang sedang disucikan dari semua dosamu?".
Kukirim pesan itu dan kulihat
tanda, ia menerimanya. Aku tahu ia pasti mengira aku sedang menghiburnya. Aku
tidak sedang mengiburnya, aku sedang meratapi nasibku, semoga Tuhan melimpahkan
kemuliaan atasnya dan atas kita semua.
Sejenak aku terdiam, tidak lama
kemudian sebuah pesan menghampiri ponselku. Darinya, dari sahabatku yang sedang
dimuliakan Tuhan.
"Terima kasih. Baru kali ini
aku punya pandangan berbeda tentang sakitku. Kamu membuat aku menikmati apa
yang kualami sekarang. Terimakasih. Mudah-mudahan aku bisa membalas
semuanya".
Kali ini, airmataku yang
menggenang awalnya dan kutahan dalam dada, deras mengalir dan jatuh dalam
bentuk tetesan kebahagiaan. Aku dengan perasaan bahagia juga membalas pesannya.
"Doakan aku, sobatku yang
sedang dimuliakan. Doamu adalah doa yang paling mujarab saat ini.." Kutatap tanah merah di hadapanku.
Aku mengenang percakapan itu seperti aku mengenang wajahnya yang tampak
berseri-seri saat ia terbalut kain putih. Wajahnya seperti memberikan pesan
kepadaku, "Aku mendoakanmu, bang.."
Langit mendung saat ini dan aku
beranjak pulang meninggalkannya sendirian.
- sebuah catatan dalam buku yang
belum terbit "Bukan Manusia Angka" -