![]() |
Sugi Nur Raharja |
Banyak yang lupa bahwa iblis
sebenarnya bukan ahli maksiat, justru dia ahli ibadah. Dalam sejarah Islam, iblis -yang
bernama asli Azazil- tercatat berasal dari bangsa jin, bangsa yang ada sebelum
manusia ada.
Azazil beribadah kepada Tuhan, 60
ribu tahun lamanya - sebagian menyebutkan 6 ribu tahun. Dan secara ritual
ibadah, Azazil dikenal sangat kuat sehingga ia ditunjuk sebagai "Imam
Besar" oleh bangsanya.
Azazil hanya tidak mau taat pada
Tuhan saat diperintahkan tunduk pada Nabi Adam as. Ia menjadi sombong dengan
ibadahnya karena merasa -dalam segi apapun- dia lebih unggul dari manusia.
Begitulah nasib Azazil yang
akhirnya dikutuk dan bersumpah bahwa ia akan menyesatkan semua anak Adam karena
dendam pribadinya.
Apakah Azazil menyesatkan anak
Adam supaya bermaksiat? Bukan. Karena maksiat sejatinya berasal dari nafsu
manusia. Azazil datang menyesatkan manusia ketika mereka sudah merasa beriman.
Karena bagi Azazil, hanya "dialah yang paling beriman" dan manusia
tidak akan bisa mengalahkannya.
Cara Azazil menyesatkan manusia
adalah dengan menaruh benih kesombongan dihati mereka, sehingga perilakunya
jauh berseberangan dengan ajaran dari petunjuk (agama) mereka.
Dan masa kini, kita melihat
banyak Azazil-Azazil lahir dan bermunculan. Mereka yang merasa paling beriman
dibandingkan manusia lainnya. Mereka yang merasa lebih tinggi dari manusia
lain. Mereka yang merasa lebih benar dari manusia lainnya..
Jika melihat sejarah Azazil
sebagai mahluk yang dulunya taat ibadah, maka tempat ibadah pun pasti menjadi
tempat akrab baginya. Ia bisa ada disana, mengamati perilaku-perilaku manusia
yang melakukan ritual ibadah, dan membisikkan ditelinganya, "Ingat, kamu
lebih baik dari mereka diluar sana..."
Melihat perilaku Sugik Nur, si
Abi Jemblem Purun, yang mengusir jamaah dari Masjid hanya karena mereka memilih
Jokowi, saya seperti melihat Azazil dalam purwarupa yang sempurna.
Bagaimana ia bisa dengan mudahnya
mengangkangi rumah ibadah dengan nafsu selangkangannya. Bagaimana ia dengan
renyah mengusir mereka -yang disebut saudara sesama muslimnya- dari tempat
mereka beribadah.
Orang seperti Sugik Nur seperti
manusia yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Sugiklah yang layak diusir
dari Masjid, tempat manusia mencari ketenangan dalam ibadah dan berkomunikasi
dengan Penciptanya..
Mengundang orang seperti Sugik
Nur ke dalam Masjid, sama dengan mempersilahkan Azazil masuk ke rumah dan
memperlakukannya layaknya seorang raja.
Ngopi sik, Nur... ndang gak picek
matane..
"Janganlah engkau memaki
iblis di keramaian, sedangkan engkau berteman dengannya di kesunyian.."
Imam Ali bin Abi Thalib.