![]() |
Orang Kaya |
Baru-baru ini saya berjumpa
dengan orang-orang terkaya di negeri ini.
Mereka mengundang saya sekedar
untuk mendengar penjelasan bagaimana analisa saya terhadap situasi negeri ini
ke depannya nanti.
Bukan kekayaan mereka yang
membuat saya takjub - karena saya tidak pernah takjub dengan materi - tetapi
justru kesederhanaan mereka. Pakaian mereka tidak lebih bagus dari apa yang
saya pakai.
Dan - menariknya - mereka mampu
menghargai saya yang sama sekali bukan apa-apa dalam masalah materi jika
dibandingkan dengan mereka. Seperti buih di lautan...
Saya tidak diundang ke rumah,
tetapi ke kantor mereka. Kebetulan memang saya diundang makan siang bersama di
sana. Kantor mereka tidak lebih bagus dari kantor2 yang pernah saya kunjungi.
Model kantor lama. Ini diluar perkiraan saya mengingat nama besar mereka ketika
nangkring di majalah yang selalu kepo dengan kekayaan seseorang, Forbes.
Di satu lantai yang dekat dengan
kantor Direksi, saya melihat ada kantin disana dengan riuhnya para karyawan
mereka. Saya bertanya, "Kenapa kok kantin ada dekat ruang Direksi ?
Biasanya kantin karyawan ada di lantai bawah atau basement..".
Salah seorang
"pangeran" yang sangat rendah hati meski masih muda, dengan senyum
berkata, "Disini kami memang terbiasa makan bersama tidak membedakan
pangkat dan jabatan. Dan itu bukan kantin, itu memang tempat makan siang dengan
gaya kantin..". Ugh, menarik sekali bagaimana mereka memposisikan diri
sebagai pemilik dengan para karyawannya.
Makan siangpun tidak istimewa -
jika diukur dari besarnya kekayaan mereka. Sayur asem dan pecel. Yang agak
mewah sedikit ada gule ayam padang disana kesukaan saya. Tidak ada lobster
seperti yang biasa dimakan anggota DPRD DKI sebelum Ahok menjabat.
Selama perbincangan mereka banyak
mendengar. Kemampuan mereka untuk menjadi pendengar sungguh mengagumkan. Mereka
menyerap ilmu dengan mudah karena menggunakan prinsip air, ilmu tidak akan
mengalir ke tempat yang lebih tinggi. Sesudah selesai, mereka bahkan mengantarkan
saya ke bawah ke tempat mobil di parkir...
Apa yang bisa dipelajari pada
situasi ini?
Pada level orang superkaya,
mereka sudah tidak perlu lagi menunjukkan eksistensi materinya. Tidak ada yang
perlu dipamerkan. Mereka sudah membumi dengan sendirinya.
Mereka menemukan tingkat
tertinggi nilai materinya dan menemukan kekosongan di dalamnya. Mereka sudah
tidak mengukur dirinya dan orang lain. Siapa yang berani mengukur mereka ?
Dalam tingginya puncak materi,
mereka menemukan spiritualitas. Mirip seorang ulama yang dengan ketinggian
ilmunya, menjadikannya membumi bukan sibuk demo dan memperkaya diri dengan
teriakan-teriakan yang membuat ngeri.
Uang buat mereka sangat penting
karena itu mereka terus memperbesar jaringannya kemana-mana. Tetapi disana
bukan lagi berapa yang ingin mereka capai, karena "berapa" sudah
bukan lagi nilai tertinggi. Mereka mengerjakan "apa" yang menarik dan
terus mengembangkan insting.
Saya jadi teringat film tentang
runtuhnya pasar modal di Amerika karena bubble. Dan disana ada adegan Warren
Buffet - salah seorang terkaya di dunia - sedang mengajak jalan cucunya di Mc
Donald sambil menerima telpon Presiden. Sungguh kontras pemandangan sebagai
orang biasa dibandingkan berapa nilai materi yang dia punya.
Pelajaran berharga tentang nilai
saya dapatkan lagi dalam perjalanan hidup yang semakin lama semakin menarik
ini.
Dan sambil seruput kopi pagi ini,
saya membaca berita bahwa Setnov baru saja membeli pesawat pribadi senilai
hampir 700 miliar rupiah.
Memang beda antara orang
superkaya dan kayasuper. Kalo kayasuper itu kaya tapi kwalitas super..
Seruputtt.